Enam Bulan Pemerintahan Prabowo Subianto: Luar Biasa atau Biasa Saja?
Oleh: Hadi Hartono
Abstrak :
Tulisan ini merupakan sebuah analisis mendalam dan argumentatif mengenai enam bulan pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dalam konteks politik Indonesia yang dinamis, tulisan ini berupaya menyuguhkan tinjauan kritis terhadap kebijakan-kebijakan utama, capaian, kontroversi, dan arah kepemimpinan nasional. Metodologi analisis bersifat kualitatif-deskriptif dengan pendekatan multidisipliner, menggabungkan kajian politik, ekonomi, sosial, dan komunikasi politik.
Pendahuluan
Terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden Indonesia pada 2024 dengan dukungan kuat dari pendahulunya, Joko Widodo, menandai babak baru dalam sejarah politik Indonesia. Pemerintahan ini membawa nuansa yang unik: perpaduan gaya militeristik yang tegas dengan pendekatan populistik yang melekat dari warisan Jokowi. Dalam waktu enam bulan, pemerintahannya telah membuat sejumlah langkah signifikan yang menuai pujian sekaligus kritik tajam.
The Extraordinary?
Menakar Harapan dan Realitas Selama kampanye, Prabowo menjanjikan reformasi menyeluruh di sektor pertahanan, ketahanan pangan, dan transformasi digital. Dalam enam bulan pertama, ia merealisasikan beberapa janji:
1. Konsolidasi politik yang cepat, membentuk koalisi besar yang mendominasi parlemen dan hampir meniadakan oposisi efektif.
2. Peluncuran Program Ketahanan Pangan Nasional, dengan proyek "Food Estate 2.0" yang diperluas ke provinsi-provinsi rawan pangan.
3. Pembentukan Dewan Digital Nasional, bertujuan mempercepat transisi ekonomi digital berbasis teknologi lokal dan internasional.
Namun, keberhasilan awal ini tidak lepas dari kritik. Konsolidasi politik dinilai berlebihan karena mengikis fungsi checks and balances. Proyek Food Estate dikritik atas potensi kerusakan lingkungan dan lemahnya keterlibatan masyarakat lokal. Prof. Dr. Sulfikar Amir dari NTU Singapura menyebut, "Proyek besar seperti food estate memerlukan pendekatan sosial ekologis, bukan sekadar teknokratik."
The Good – Pencapaian Nyata dan Janji yang Ditepati
1. Pertahanan Nasional: Dalam enam bulan, penguatan militer melalui pembelian alutsista modern dan peningkatan pelatihan TNI menunjukkan keseriusan Prabowo terhadap pertahanan negara. Menurut Letjen (Purn) Agus Widjojo, "Langkah ini memperkuat diplomasi pertahanan kita di ASEAN."
2. Teknologi untuk Petani: Subsidi dan pelatihan berbasis kecerdasan buatan untuk petani dan nelayan menunjukkan dampak positif di wilayah seperti Jawa Tengah dan NTB. Data dari BPS (2025) menunjukkan peningkatan produktivitas padi sebesar 8,3% dibandingkan tahun sebelumnya.
3. Stabilitas Politik dan Keamanan: Meskipun menuai kekhawatiran, koalisi besar memberi ruang kebijakan yang lebih stabil dan minim konflik politik terbuka. Ini tercermin dari Indeks Stabilitas Politik yang dirilis The Economist Intelligence Unit (EIU) pada Maret 2025 yang menempatkan Indonesia naik 3 peringkat.
The Bad – Masalah yang Tak Kunjung Usai
1. Kebebasan Sipil: Tekanan terhadap LSM, media kritis, dan akademisi menguat. Laporan Amnesty International (2025) menyebutkan bahwa jumlah pelaporan kasus pembungkaman kebebasan berpendapat meningkat 21% dibandingkan semester yang sama tahun lalu.
2. Ketimpangan Sosial: Program strategis masih terfokus di Pulau Jawa. Data World Bank (2025) menunjukkan Gini Ratio Indonesia naik dari 0,385 ke 0,392 dalam enam bulan terakhir.
3. BUMN dan Inefisiensi: Dominasi BUMN dalam pembangunan infrastruktur menyebabkan tumpang tindih anggaran dan proyek. Pengamat ekonomi Faisal Basri menyatakan, "BUMN perlu diaudit besar-besaran agar tidak menjadi alat politik kekuasaan."
The Ugly – Skandal, Rezim Siluman, dan Otoritarianisme Terselubung
1. Kasus Korupsi: Dua menteri aktif terlibat dalam penyelidikan KPK terkait proyek pangan dan pertahanan. Kepercayaan publik menurun tajam, dengan survei Indikator Politik (April 2025) menunjukkan hanya 47% masyarakat percaya pemerintah menangani korupsi dengan serius.
2. Nepotisme dan Oligarki: Penunjukan keponakan Presiden sebagai kepala lembaga strategis menuai kontroversi. Praktik politik dinasti ini dikhawatirkan memperkuat struktur oligarki yang semakin mencengkeram.
3. Militerisasi Pemerintahan Sipil: Data dari Komnas HAM menyebutkan bahwa 14 posisi sipil kunci kini diisi oleh purnawirawan militer, menimbulkan kekhawatiran terhadap netralitas kebijakan sipil.
Perspektif dan Analisis:
1. Demokrasi Deliberatif (Habermas): Minimnya ruang dialog publik mencederai esensi demokrasi deliberatif. Dalam praktiknya, dialog hanya berlangsung satu arah melalui media resmi pemerintah.
2. Neo-Otoritarianisme dan Populisme: Prabowo menggunakan narasi populis seperti "kedaulatan pangan" dan "kemakmuran bersama", namun kebijakan yang diambil justru menumpuk kekuasaan di eksekutif.
3. Media Sosial dan Polarisasi: Pemerintah aktif menggunakan media sosial untuk framing positif. Namun, algoritma memperparah polarisasi. Studi CSIS (2025) menyatakan 62% percakapan politik di medsos bersifat toksik dan memecah belah.
Masa Depan Prabowo – Akankah Bertahan atau Runtuh? Pemerintahan ini berada di persimpangan. Jika membuka ruang kritik, memperkuat lembaga pengawas, dan mendistribusikan pembangunan secara adil, maka pemerintahan Prabowo bisa mencatat sejarah sebagai pelopor transformasi. Sebaliknya, jika kecenderungan sentralistik dan eksklusif dilanjutkan, ia berisiko jatuh dalam perangkap rezim kuat namun rapuh.
Kesimpulan
Enam bulan pemerintahan Prabowo Subianto menunjukkan sebuah paradoks antara retorika reformasi dan praktik kekuasaan yang konservatif. The Extraordinary hanya akan tercapai jika keberanian mereformasi diiringi oleh komitmen terhadap demokrasi substantif. Tanpa itu, ia hanya akan menjadi bab baru dari siklus kekuasaan yang mengulang masa lalu.
Catatan Kaki dan Referensi Ilmiah
1. Sulfikar Amir, wawancara dalam seminar NTU Global Dialogue, Januari 2025.
2. Letjen (Purn) Agus Widjojo, komentar di Forum Pertahanan Asia Tenggara, Februari 2025.
3. Badan Pusat Statistik (BPS), Laporan Produksi Padi 2025.
4. Amnesty International Indonesia, Laporan Semester I 2025.
5. World Bank Indonesia, Gini Index Update, April 2025.
6. Indikator Politik Indonesia, Survei Kepercayaan Publik terhadap Pemerintah, April 2025.
7. Komnas HAM, Laporan Militerisasi Lembaga Sipil 2025.
8. CSIS Indonesia, "Polarization and Digital Discourse in Indonesia", 2025.
---