Kajian Komunisme Tiongkok Modern: Evolusi, Realitas, dan Paradoks

Hadi Hartono
By -

Kajian Ideologi Komunis Tiongkok Modern: Evolusi, Realitas, dan Paradoks

Pendahuluan

Komunisme di Tiongkok telah berkembang dari doktrin revolusioner klasik menjadi sistem ideologi hybrid yang beradaptasi dengan realitas global. Sejak era Mao Tse Tung, hingga reformasi Deng Xiaoping, hingga kepemimpinan Xi Jinping, ideologi ini tidak lagi sekadar teori ekonomi-politik, melainkan menjadi kerangka budaya, militer, dan stabilitas kekuasaan negara. Artikel ini mengurai elemen tersembunyi dari transformasi ideologi komunis Tiongkok yang jarang dibahas dalam wacana populer.





1. Komunisme Tiongkok Modern: Dari Dogma menjadi Alat Negara

Komunisme Tiongkok tidak lagi bersifat revolusioner, melainkan pragmatis. Di bawah Deng Xiaoping, ideologi diubah menjadi alat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berbasis kapitalisme negara. Ungkapan Deng, “Tidak penting kucing itu hitam atau putih, yang penting ia bisa menangkap tikus,” mencerminkan fleksibilitas ideologi ini dalam mendefinisikan kesuksesan.


2. Sinifikasi Marxisme: Adaptasi Ideologi dalam Kultur Tiongkok

Berbeda dengan negara-negara sosialis lain, Tiongkok melakukan "Sinifikasi" terhadap Marxisme. Hal ini berarti Marxisme disesuaikan dengan nilai-nilai Konfusianisme, Taoisme, dan nasionalisme Han, sehingga menghasilkan kombinasi antara kontrol negara yang ketat dengan legitimasi budaya yang kuat.


3. Peran Partai sebagai Pengganti Ideologi

Di era modern, Partai Komunis Tiongkok (PKT) tidak lagi menjadi penegak ideologi komunis dalam makna murni, melainkan sebagai lembaga stabilisasi kekuasaan. Loyalitas kepada partai lebih diutamakan daripada pemahaman mendalam terhadap doktrin Marxis-Leninis.


4. Kapitalisme Negara: Ironi dari Ideologi Komunis

Tiongkok adalah satu-satunya negara komunis yang mendukung pertumbuhan kelas miliarder. Negara tetap memegang kendali atas perusahaan strategis, tetapi sektor swasta diberi ruang untuk berkembang. Ini menciptakan simbiosis antara kapitalisme dan komunisme dalam bentuk yang unik.


5. Xi Jinping Thought: Reinkarnasi Ideologi atau Modernisasi?

Di bawah Xi Jinping, ideologi komunisme mengalami repackaging dalam bentuk “Xi Jinping Thought on Socialism with Chinese Characteristics for a New Era.” Ini merupakan sintesis antara nasionalisme Han, ketertiban sosial, dan kekuatan militer, yang lebih berfungsi sebagai alat mempertahankan legitimasi ketimbang dogma ideologis.


6. Ideologi Sebagai Simbol, Bukan Solusi Ekonomi

Meskipun masih menggunakan jargon sosialis, kebijakan ekonomi Tiongkok sangat kapitalis. Ideologi lebih sering digunakan untuk memperkuat pengendalian media, pendidikan, dan loyalitas terhadap negara daripada sebagai kerangka pemecahan masalah ekonomi rakyat.


7. Sistem Meritokrasi Semi-Komunis

Tiongkok telah mengembangkan sistem meritokrasi politik berbasis loyalitas ideologis. Kader PKT dipromosikan bukan berdasarkan demokrasi elektoral, melainkan atas kinerja dan komitmen ideologis mereka terhadap prinsip-prinsip Partai, bukan rakyat.


8. Artificial Stability: Komunisme dan Kontrol Sosial Digital

Dalam dekade terakhir, kontrol sosial berbasis teknologi menjadi wujud nyata ideologi komunisme digital. Sistem "Social Credit Score" dan pengawasan berbasis AI di kota-kota besar seperti Shenzhen dan Hangzhou menjadi bagian integral dalam menjaga ketertiban sosial, melebihi peran militer.


9. Patriotisme sebagai Pengganti Ideologi

Generasi muda Tiongkok saat ini lebih terpapar pada narasi patriotik ketimbang ideologi komunis murni. Kebanggaan nasional atas kemajuan teknologi dan kekuatan militer lebih mendominasi ruang publik daripada pemahaman atas prinsip Marxis-Leninis klasik.


10. Ideologi dalam Kebijakan Luar Negeri

Tiongkok mempraktikkan apa yang bisa disebut "komunisme diplomatik," yakni menjalin hubungan internasional berdasarkan prinsip win-win yang didasari kontrol negara dan dominasi ekonomi, bukan penyebaran ideologi revolusioner.


11. Hybrid Ideology: Komunisme dengan Rasa Kapitalisme

Produk kebijakan domestik dan global Tiongkok menunjukkan bahwa negara ini mempraktikkan bentuk baru “komunisme pragmatis.” Sistem ini mempertahankan simbol ideologi untuk keperluan domestik, namun mengeksekusi strategi ekonomi pasar global layaknya negara kapitalis murni.


12. Ideologi sebagai Alat Sentralisasi Kekuasaan

Komunisme Tiongkok modern lebih berfungsi sebagai sistem sentralisasi politik, bukan sistem ekonomi. Ideologi digunakan untuk merawat stabilitas politik di bawah struktur hierarki ketat dan kontrol militer, lebih daripada alat pemerataan kesejahteraan.


13. Kebangkitan Nasionalisme Neo-Komunis

Fenomena ini menggabungkan retorika perjuangan rakyat dengan narasi kebangkitan negara adidaya, seperti terlihat dalam slogan “China Dream.” Ideologi komunisme menjadi pelumas yang memperkuat ambisi nasionalisme, bukan sebaliknya.


14. Pembentukan “Ideological Firewall”

Tiongkok tidak hanya memblokir akses teknologi Barat melalui Great Firewall, tetapi juga membentengi ruang wacana domestik dari arus liberalisme dengan membentuk narasi ideologi negara yang terpusat, konsisten, dan rigid melalui media massa, kurikulum, dan platform digital lokal.


15. Konklusi: Komunisme Tiongkok Modern sebagai Fenomena Hybrid

Komunisme Tiongkok telah berevolusi menjadi ideologi yang tidak bisa dikategorikan hitam-putih. Ia adalah perpaduan antara kapitalisme pragmatis, sentralisasi kekuasaan, simbolisme ideologis, dan nasionalisme kultural. Di dunia akademik, Tiongkok hari ini lebih tepat disebut sebagai “negara sosialis dengan karakteristik pasar” ketimbang negara komunis ortodoks.


Referensi

  • Dikötter, F. (2016). The Cultural Revolution: A People's History, 1962–1976. Bloomsbury.

  • Economy, E. (2018). The Third Revolution: Xi Jinping and the New Chinese State. Oxford University Press.

  • Shambaugh, D. (2016). China's Future. Polity Press.

  • Pomeranz, K., & Topik, S. (2018). The World That Trade Created: Society, Culture, and the World Economy, 1400 to the Present. Routledge.

  • Xi, J. (2018). The Governance of China II. Foreign Languages Press.



Tags:

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn more
Ok, Go it!