Kapitalis Birokrat: Wajah Baru Kolusi Kekuasaan dan Ekonomi

Hadi Hartono
By -

Kapitalis Birokrat: Wajah Baru Kolusi Kekuasaan dan Ekonomi


Oleh: Hadi Hartono


Pendahuluan

Di era globalisasi, istilah ‘kapitalisme’ sudah begitu akrab di telinga, begitu pula kata ‘birokrasi’. Namun, ketika dua istilah ini melebur menjadi satu, lahirlah satu entitas baru yang jauh lebih licin, lebih sulit disentuh, dan lebih berbahaya: Kapitalis Birokrat. Fenomena ini bukan hanya menandai kaburnya batas antara negara dan pasar, melainkan memperlihatkan wajah asli sistem kekuasaan yang telah lama menjadikan rakyat sebagai komoditas dalam proses produksi politik dan ekonomi.




Fenomena kapitalis birokrat menunjukkan bahwa kekuasaan dan modal tidak lagi bersaing, melainkan bersekongkol dalam simbiosis mutualisme yang menguntungkan segelintir elit. Sementara itu, rakyat hanya bisa menyaksikan dari luar pagar, seolah-olah mereka adalah bagian dari sistem, padahal sejatinya hanyalah alat yang dipakai saat pemilu, lalu dilupakan setelah surat suara selesai dihitung.


Artikel ini akan membedah asal-usul, karakteristik, dampak sosial-politik, hingga dilema moral dari keberadaan kapitalis birokrat di berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia, yang sering kali terjebak dalam jerat kolusi terselubung antara kekuasaan dan bisnis.



---


Kapitalisme dan Negara: Awal Perpaduan Berbahaya


Kapitalisme sejak awal adalah sistem ekonomi yang mendorong kepemilikan pribadi atas alat produksi, serta menitikberatkan kebebasan pasar sebagai motor penggerak pertumbuhan. Namun, dalam perkembangannya, pasar tidak pernah benar-benar bebas. Negara sering menjadi aktor yang menentukan permainan lewat regulasi, insentif, dan lisensi.


Di sinilah posisi birokrat menjadi kunci. Birokrat yang seharusnya netral dalam melayani publik perlahan-lahan tergoda untuk ikut bermain di arena bisnis. Terlebih ketika jabatan politik tak lagi menjadi ruang pengabdian, melainkan investasi jangka pendek. Dari sanalah cikal bakal kapitalis birokrat bermula.


Kapitalis Birokrat: Definisi dan Pola


Kapitalis birokrat mengacu pada pejabat, keluarga pejabat, atau kroni politik yang menggunakan posisi mereka dalam sistem pemerintahan untuk memuluskan jalan kepemilikan modal atau mengamankan akumulasi keuntungan pribadi.


Modelnya bisa bermacam-macam:

Melalui penyertaan saham di perusahaan yang mendapat tender negara,

Kepemilikan perusahaan cangkang yang memenangkan proyek pemerintah,

Sampai pada penguasaan aset negara lewat jalur privatisasi yang penuh manipulasi.


Dalam kondisi ini, negara tidak lebih dari payung hukum bagi kepentingan modal pribadi pejabat, dan birokrasi hanyalah instrumen yang didesain untuk menjaga status quo kelompok elit.


Mekanisme Kerja Kapitalis Birokrat

Kapitalis birokrat tidak beroperasi seperti mafia jalanan. Mereka sangat legal secara administratif, namun sarat manipulasi dalam praktik. Beberapa skema umum yang digunakan antara lain:

1. Tender Terarah — Diatur sedemikian rupa agar pemenangnya sudah diketahui sebelum proses seleksi resmi dimulai.


2. Privatisasi Semu — BUMN dijual ke perusahaan swasta yang ternyata dimiliki oleh jaringan keluarga atau kolega pejabat itu sendiri.


3. Regulasi yang Pesanan — Undang-undang disusun bukan untuk publik, tapi untuk melindungi kepentingan bisnis para penguasa modal.


4. Penghindaran Pajak Legal — Dengan membentuk jaringan offshore, keuntungan bisnis disembunyikan di luar negeri.


Praktik semacam ini menciptakan ekosistem yang mengunci pertumbuhan hanya di tangan segelintir orang.


Dampak Sosial dan Politik

Fenomena kapitalis birokrat menciptakan dua dampak utama:

1. Ketimpangan Ekonomi yang semakin ekstrem, karena distribusi kekayaan hanya berputar di kalangan elit birokrasi dan bisnis yang berkolusi.


2. Pelemahan Demokrasi karena pejabat yang terikat kepentingan bisnis tidak mungkin memperjuangkan kebijakan yang merugikan kelompoknya, walau itu demi rakyat.


Kapitalis birokrat juga menyebabkan hilangnya kepercayaan publik terhadap institusi negara, karena hukum, pengadilan, dan pengawasan tidak lagi memihak rakyat, tetapi melindungi para elit.


Kapitalis Birokrat dalam Sejarah Indonesia

Fenomena kapitalis birokrat di Indonesia bukan hal baru. Dari era Orde Baru hingga era reformasi, pola ini terus bertahan. Praktik konglomerasi yang berkaitan dengan kekuasaan, relasi patron-client antara politikus dan pengusaha, hingga ‘banjir’ proyek negara yang selalu jatuh ke tangan yang sama, menunjukkan sistem kapitalis birokrat tetap hidup dan berkembang, meskipun nama-nama pemainnya berganti.


Ironisnya, jargon “reformasi” sering hanya menjadi alat pencitraan di permukaan, sementara pada level struktural, pola relasi antara kekuasaan dan modal justru semakin rapat dan rapi.


Strategi Lawan Kapitalis Birokrat: Antara Harapan dan Kenyataan

Melawan kapitalis birokrat tidak cukup dengan membongkar skandal, karena sistem hukum bisa dibeli. Yang lebih mendasar adalah membangun literasi publik, memperkuat pengawasan masyarakat, menciptakan regulasi transparansi yang ketat, dan mendorong reformasi birokrasi sejati yang tidak berhenti pada rotasi jabatan, tetapi merombak cara berpikir tentang kekuasaan dan tanggung jawab.


Tanpa gerakan dari bawah yang kuat, kapitalis birokrat hanya akan berganti kulit, bukan menghilang.


Penutup

Kapitalis birokrat bukan sekadar fenomena politik, melainkan konsekuensi logis dari sistem ekonomi dan hukum yang membiarkan kekuasaan dan bisnis berjalan tanpa pengawasan rakyat. Ia adalah gejala dari negara yang dikuasai oleh elit yang mampu bermain di dua kaki: satu di kursi pemerintahan, satu di lantai bursa.


Selama kekuasaan dan modal tidak dipisahkan dengan jelas, rakyat hanya akan menjadi saksi bisu dalam pertunjukan politik yang sebenarnya adalah pasar bebas bagi kepentingan pribadi birokrat. Tugas terbesar kita bukan sekadar mengkritik, tapi membongkar sistem yang memungkinkan kapitalis birokrat lahir dan berkembang.



---


Daftar Pustaka:

Acemoglu, Daron & Robinson, James A. Why Nations Fail. Crown Publishing, 2012.

Winters, Jeffrey A. Oligarchy. Cambridge University Press, 2011.

Nugroho, Riant. Public Policy: Teori dan Proses. Jakarta: Elex Media, 2014.

Veblen, Thorstein. The Theory of the Leisure Class. Macmillan, 1899.

Stiglitz, Joseph. The Price of Inequality. W.W. Norton & Company, 2012.




---



Tags:

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn more
Ok, Go it!