Siapa Saja Pemain Proyek APBD Kabupaten Tangerang?
Mengungkap Dinamika Pengadaan, Kontraktor, dan Jejaring Kepentingan di Tingkat Daerah
Pendahuluan
Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Kabupaten Tangerang, seperti di banyak daerah lain di Indonesia, tidak hanya menjadi motor pembangunan, tetapi juga arena tarik-menarik kepentingan antara penguasa politik, pengusaha lokal, dan jaringan birokrasi. Di balik pengesahan anggaran miliaran hingga triliunan rupiah setiap tahunnya, terdapat ekosistem aktor-aktor yang berperan dalam merealisasikan proyek-proyek tersebut — mulai dari pengadaan jalan, jembatan, sekolah, hingga pengelolaan sampah dan taman kota.
Artikel ini akan membahas siapa saja yang menjadi “pemain utama” dalam proses ini, dari kontraktor hingga jaringan politis, serta bagaimana mekanisme kontrol dan transparansi semestinya diberlakukan.
1. Struktur Pengadaan Proyek APBD: Antara Regulasi dan Praktik
Setiap proyek APBD Kabupaten Tangerang diatur oleh mekanisme formal sesuai Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Secara teori, semua pengadaan dilakukan lewat sistem elektronik (LPSE) dan wajib transparan melalui tender terbuka.
Namun, dalam praktiknya, banyak pengadaan yang berjalan melalui jaringan informal yang melibatkan:
-
Rekanan kontraktor lama yang sudah “berpengalaman” dengan birokrasi setempat.
-
Penyedia barang/jasa yang memiliki kedekatan politik dengan elite daerah.
-
Perusahaan lokal yang menjadi subkontraktor dari grup perusahaan besar.
Riset dari Indonesian Corruption Watch (ICW) tahun 2023 mencatat, sekitar 70% pengadaan proyek daerah di Indonesia cenderung dimenangkan oleh perusahaan yang berulang — ini juga terlihat di Kabupaten Tangerang.
2. Aktor-Aktor di Balik Proyek: Siapa Mereka?
Aktor yang sering muncul dalam proyek-proyek APBD di Kabupaten Tangerang meliputi:
-
Kontraktor Lokal: Biasanya pengusaha yang berbasis di Tangerang Raya, baik yang berskala CV maupun PT, yang punya spesialisasi di sektor konstruksi jalan, irigasi, atau gedung sekolah.
-
Perusahaan Nasional: Dalam proyek infrastruktur besar (contoh: jalan strategis, jembatan antar-kecamatan), kontraktor dari BUMN atau swasta besar seperti Wijaya Karya, Adhi Karya, atau Hutama Karya kadang terlibat melalui lelang nasional.
-
Broker Proyek atau Konsultan: Pihak-pihak yang menghubungkan vendor dengan pejabat dinas, yang dalam beberapa kasus berfungsi sebagai mediator fee proyek.
-
Politik dan Partai: Keterlibatan anggota dewan, baik secara langsung dalam pengesahan anggaran maupun melalui "titipan proyek" di pos anggaran Pokok Pikiran (Pokir) DPRD.
3. Indikator Dominasi: Dari Tender ke Non-Tender
Salah satu ciri “pemain lama” adalah dominasi proyek di skema non-tender, seperti pengadaan langsung di bawah Rp200 juta. Data dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Tangerang (2022) menunjukkan bahwa banyak perusahaan yang berulang kali menang di pengadaan langsung, yang memunculkan dugaan praktik pengondisian pemenang atau kartel mini.
Beberapa perusahaan bahkan memiliki kesamaan alamat, pemilik, atau komisaris yang terafiliasi dengan pejabat daerah atau keluarga besar elite politik lokal, baik secara terbuka maupun melalui nominee.
4. Dampak terhadap Pembangunan Daerah
Ketika pengelolaan proyek APBD didominasi oleh kelompok terbatas, risikonya adalah:
-
Penurunan kualitas hasil pekerjaan. Banyak jalan baru yang cepat rusak atau sekolah yang dibangun tidak sesuai spesifikasi.
-
Tertutupnya akses pengusaha baru. Kontraktor kecil sering hanya menjadi subkontraktor dengan margin rendah.
-
Kecenderungan praktik fee proyek. Baik dari kalangan politikus, pejabat, hingga broker pengadaan.
Siklus ini berdampak pada efektivitas APBD sebagai alat pemerataan ekonomi dan pemerataan pembangunan di daerah.
5. Solusi: Membangun Transparansi dan Akuntabilitas
Untuk mengurangi dominasi “pemain lama” dan praktik kartel di proyek-proyek APBD Kabupaten Tangerang, diperlukan beberapa langkah nyata:
-
Publikasi rutin daftar pemenang tender, nilai kontrak, dan progres realisasi.
-
Penguatan pengawasan partisipatif dari masyarakat dan LSM lokal.
-
Penegakan hukum tanpa pandang bulu atas praktik korupsi proyek.
Inisiatif seperti Open Contracting Partnership (OCP) dan e-Procurement audit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) perlu dipadukan dengan peran media lokal yang aktif dalam melakukan pengawasan.
Kesimpulan
Siapa pemain proyek APBD Kabupaten Tangerang? Jawabannya bukan nama-nama personal semata, tetapi jejaring: perusahaan kontraktor, elite politik daerah, dan birokrat yang saling berkelindan dalam sistem pengadaan publik. Keterbukaan, pengawasan publik, dan komitmen etika adalah kunci menghindari penyimpangan yang berulang. APBD seharusnya menjadi alat kesejahteraan masyarakat, bukan sumber akumulasi kekayaan segelintir orang.
Referensi:
-
ICW. (2023). “Laporan Pemantauan Tender Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Daerah.” Indonesian Corruption Watch.
-
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
-
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang, 2022.
-
LPSE Kabupaten Tangerang — Data Pengadaan 2021–2023.
-
Wahyudi, S. (2022). “Politik Anggaran dan Dinamika Pengadaan di Daerah.” Jurnal Otonomi Daerah, Vol. 14(2).